Halaman

Kamis, 05 April 2018

Perkembangan trend terbaru dalam temu kembali informasi pada perpustakaan era digital dan kalangan digital native. Mahasiswa pascasarjana uin sunan kalijaga yogyakarta








ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi, berkembang pula pola perilaku masyarakat. masyarakat di era sekarang lebih memandang informasi sebagai kebutuhan.perkembangan terakhir di perpustakaan pada era sekarang menuntut proses temu kembali mengalami inovasi yang melahirkan tren-tren terbaru seperti web dan digital telah membawa sebuah revolusi besar dalam pencarian informasi,fenomena Pengguna perpustakaan digital pada zaman sekarang di sebut pula dengan digital native, Kebutuhan informasi yang lebih beragam dan mutakhir yang dapat diakses secara cepat dan akurat merupakan tuntutan masyarakat sebagai pengguna yang harus dipenuhi oleh perpustakaan,dalam penelitian ini menggunakan deskriptif  kualitatif dengan pendekatan studi pustaka yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan objek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu  masalah  yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam, Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi, harus paham mengenai masyarakat pengguna yang dilayaninya, terutama dengan kehadiran digital native. Perpustakaan harus meningkatkan strategi pelayananya.
Kata kunci : Teknologi informasi,perpustakaan digital,digital native.



 A. PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi dan informasi telah membawa kepada kemajuan dalam berbagai bidang mudahnya mengakses informasi secara cepat telah membawa pencarian informasi mencakup area studi yang luas, dan akibatnya juga mempengaruhi  tren temu kembali informasi. perkembangan terakhir di perpustakaan pada era sekarang menuntut proses temu kembali mengalami inovasi yang melahirkan tren-tren terbaru seperti web dan digital telah membawa sebuah revolusi besar dalam pencarian informasi.[1]
Pada perpustakaan konvensional, pengguna harus datang ke perpustakaan untuk mendapatkan sumber informasi yang dibutuhkan. Sedangkan dalam perpustakaan digital, perpustakaan yang datang menyediakan layanan kepada pengguna melalui jaringan internet. Selain itu, dengan adanya jaringan, maka lebih banyak perpustakaan yang dapat dimanfaatkan. Dalam jaringan tersebut ada resource sharing, yaitu tersedianya banyak sumber yang dibagi oleh berbagai lembaga dan adanya sambungan ke sumber-sumber informasi tertentu dalam jumlah banyak. Sumber-sumber informasi dalam perpustakaan digital dapat selalu diperbarui oleh pustakawan dengan cepat sehingga informasi yang disajikan selalu baru. Sumber informasi yang ditawarkan oleh penerbit secara online juga dapat selalu diperbarui dalam waktu cepat. Selain itu, format-format baru sumber informasi juga dapat diwadahi dalam perpustakaan digital ini.
Perkembangan perpustakaan digital dapat membantu proses manajemen sistem informasi perpustakaan melalui fungsi otomasi, sehingga proses pengelolaan perpustakaan lebih efektif dan efisien. Fungsi otomasi perpustakaan menitikberatkan pada bagaimana mengontrol sistem administrasi layanan secara otomatis terkomputerisasi. Pengembangan perpustakaan digital akan dapat menghemat biaya yang besar pada akhirnya. Namun keberhasilannya tergantung pada kemampuan perangkat-perangkat yang digunakan, infrastruktur peralatan teknologi informasi dan sumber daya manusia yang mendukung. Pengguna perpustakaan digital pada zaman sekarang di sebut pula dengan digital native. Marc Prensky  pada tahun 2001 yang memperkenalkan istilah “digital natives” dan “digital immigrants”. Menurutnya, “digital natives” atau “pribumi digital” adalah orang yang lahir ke dunia yang sudah sarat dengan teknologi digital dan sebab itu mereka sangat fasih menggunakan teknologi tersebut.  Sedangkan “digital immigrants” atau “pendatang digital” adalah orang yang lahir ke dunia yang masih analog tetapi kemudian tumbuh dalam  lingkungan yang digital.[2]
Kebutuhan informasi yang lebih beragam dan mutakhir yang dapat diakses secara cepat dan akurat merupakan tuntutan masyarakat sebagai pengguna yang harus dipenuhi oleh perpustakaan. jaringan kerja (networking), restrukturisasi (restructuring), otomasi tingkat global, prioritas akses informasi daripada kepemilikan, digitalisasi, akses pengguna terhadap sumber informasi secara on-line  maupun  off-line, dan penyediaan layanan yang lebih berorientasi pada pengguna, merupakan contoh-contoh yang mempengaruhi perpustakaan Hal-hal itu telah mendorong adanya paradigma baru yang mengubah pola kegiatan perpustakaan. Perpustakaan yang tidak tanggap terhadap perubahan paradigma tersebut lambat laun akan ditinggalkan oleh pengguna-nya.  Evolusi era digital yang mempercepat perkembangan perpustakaan digital telah mendorong perubahan yang signifikan dalam layanan perpustakaan yang ditawarkan kepada pengguna. Perubahan itu sangat penting bagi perpustakaan untuk menyadari pentingnya peningkatan kompetensi pustakawannya agar dapat mengimbangi paradigma baru perpustakaan yang lebih berorientasi pada kebutuhan pengguna.[3]
 Bagi pengguna, perkembangan perpustakaan digital memudahkan dalam pencarian sumber informasi yang diinginkan dengan menggunakan katalog online yang dapat diakses melalui internet, sehingga dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Katalog online memungkinkan orang untuk menelusur informasi dari jarak jauh dan tidak harus datang ke perpustakaan, sehingga bisa menghemat waktu pengguna. Dengan perpustakaan digital, layanan tidak pernah tutup karena semua sumber informasi dapat diakses setiap saat tanpa harus ditunggui oleh petugas perpustakaan. Dalam pemanfaatan teknologi dan informasi tersebut tentunya diperlukan strategi dan inovasi yang tepat dari para pustakawan dan pengelola perpustakaan untuk meningkatkan mutu layanan perpustakaan yang berorientasi pada kebutuhan informasi pengguna (user oriented). Munculnya berbagai isu pemanfaatan teknologi dan informasi di perpustakaan, seperti digital library, institutional repository, open access movement, electronic library, cyber library, dan repackaging information, diharapkan dapat menjadi peluang bagi pustakawan untuk meningkatkan layanan informasi digital dan mempromosikan berbagai sumber daya digitalnya ke masyarakat.
  B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah  deskriptif  kualitatif dengan pendekatan studi pustaka yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan objek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu  masalah  yang pada dasarnya tertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan perpustakaan yang relevan. studi kepustakaan atau studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan generalisasi yang pernah dibuat sehingga situasi yang diperlukan diperoleh.
  C. PEMBAHASAN
1.      Pengertian perpustakaan
Perpustakaan merupakan suatu pusat informasi atau dapat dikatakan sebagai sumber pencarian informasi bagi siapapun pengguna perpustakaan, bahkan zaman sekarang dengan adanya perkembangan teknologi canggih dapat lebih mudah dan cepat dalam pencarian informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat dijadikan pusat dari segala pusat informasi, terutama dibidang pengembangan pengetahuan/pendidikan. Sebenarnya sudah sejak beberapa ratus bahkan ribuan tahun yang lalu manusia membangun perpustakaan, berusaha untuk menghimpun berbagai informasi, namun zaman dulu mungkin kemasannya hanya dalam bentuk tercetak saja seperti halnya dalam bentuk buku-buku.
Seiring dengan perkembangan zaman, apalagi zaman sekarang ini semakin canggih, sehingga kemasan informasinya tidak saja dalam bentuk buku/tercetak melainkan dalam bentuk non-cetak, dan dalam pencarian informasinyapun lebih mudah dan cepat. Sekarang ini informasi yang terdapat di perpustakaan pada umumnya sudah lebih lengkap, karena fasilitasnya pun lebih lengkap, baik dalam bentuk tercetak maupun non-cetak. Informasi yang terhimpun, baik bentuk tercetak maupun non-cetak yang kemudian mengolahnya dan menyebarkannya, karena untuk keperluan studi, penelitian, bacaan umum, dan untuk keperluan lainnya, ini merupakan tugas perpustakaan mencakup semua isinya. Untuk lebih lanjut mengenai pengertian perpustakaan maka dapat dilihat dalam pengertian berikut, perpustakaan dapat diartikan yakni perpustakaan merupakan suatu unit kerja yang substansinya merupakan sumber informasi yang setiap saat dapat digunakan oleh pengguna jasa perpustakaan[4].Definisi diatas mengisyaratkan bahwa perpustakaan memiliki spesifiksi tersendiri mengenai fungsi dan peranannya. Dapat dilihat dari pengertiannya yang perlu digaris bawahi yaitu:
1.      Perpustakaan sebagai unit kerja
2.      Perpustakaan sebagai tempat pengumpul, penyimpan, dan pemelihara berbagai koleksi bahan pustaka.
3.      Bahan pustakaan itu dikelola dan diatur secara sistematis dengan cara tertentu. Untuk digunakan oleh para pemustaka/pengguna
4.      Bahan pustaka digunakan oleh pengguna secara kontinu.
5.      Perpustakaan sebagai sumber informasi.
Perpustakaan juga dapat dikatakan tempat mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi bagi para pengguna jasa perpustakaan. Selain itu, perpustakaan juga merupakan sarana atau media untuk meningkatkan niali-nilai kognitif serta kemampuan membaca guna mencerdasakan kehidupan bangsa sekaligus memberdayakan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Pada umumnya perpustakaan mempunyai koleksi baik yang tercetak seperti buku, dokumen, majalah, surat kabar, maupun koleksi terekam seperti rekaman suara (kaset), film, CD ROM, slide, video, dan lain-lain.
Banyak orang yang mengatakan bahwa perpustakaan adalah sumber dari segala sumber informasi yang tersimpan dan terjaga dengan baik, sumber informasi tersebut disimpan kedalam beberapa media diantaranya, koleksi tercetak yaitu buku, koleksi diigital yang tersimpan dalam komputer maupun dalam CD, slide, dan masih banyak lagi. Mengingat hal tersebut sebelumnya kita harus memahami dulu mengenai informasi tersebut baik mengenai pengertian, fungsi, jenis-jenis informasi dan lain sebagainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpustakaan adalah tempat menyimpan informasi yang disusun secara sistematis dalam penyimpannanya serta menentukan metode yang telah ditentukan sebelumnya.
Membicarakan mengenai ilmu informasi menurut beberapa pakar dapat di katakan bahwa pengertian dari ilmu informasi tersebut antara lain : ilmu yang mengkaji informasi dengan pengertian informasi mencangkup pengertian yang luas, informasi menyangkut pengertian data karena terdapat berbagai disiplin ilmu yang mengkasi informasi dalam arti luas maka antara berbagai ilmu yaitu kemampuan dalam komunikasi dan ilmu perpustakaan dan Dokumentasi. Karena perpustakaan mengolah informasi yang sudah ditebitkan, baik secara grafis maupun elektronik maka ada ilmu lain yang juga mengkaji informasi sebagai objek utama, merupakan kajian dan pemanfaatan dan transper informasi. Dengan demikian ilmu perpustakaan atau ilmu komunikasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan informasi.
2.      Perkembangan temu kembali informasi
Sistem temu kembali informasi berasal dari kata Information Retrieval System (IRS). Temu kembali informasi adalah sebuah media layanan bagi pengguna untuk memperoleh informasi atau sumber informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Sistem temu kembali informasi merupakan sistem informasi yang berfungsi untuk menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan pemakai. Sistem temu kembali informasi berfungsi sebagai perantara kebutuhan informasi pengguna dengan sumber informasi yang tersedia. Pengertian yang sama mengenai sistem temu kembali informasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai sebagai jawaban atas permintaan atau berdasarkan kebutuhan pemakai. [5]Dapat dinyatakan bahwa sistem temu kembali informasi memiliki fungsi dalam menyediakan kebutuhan informasi sesuai dengan kebutuhan dan permintaan penggunanya. jadi sistem temu kembali informasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai sebagai jawaban atas permintaan atau berdasarkan kebutuhan pemakai dan berfungsi dalam menyediakan kebutuhan informasi sesuai dengan kebutuhan dan permintaan penggunanya[6].Disini akan di jelaskan perkembangan sistem temu kembali yaitu:
  1. Periode Peningkatan Kebutuhan (Increased Demand) 1940 – 1950an.
Hans Peter Luhn
Periode ini adalah saat terjadinya perang Dunia ke 2 dimana muncul keperluan untuk laporan dan dokumen teknis dari penelitian yang menyangkut persenjataan. Akibatnya pertumbuhan laporan meningkat pesat dan membuat laporan tersebut sulit ditemukan apabila dibutuhkan. Padahal pada saat itu sudah menggunakan skema klasifikasi dan subject heading (urutan abjad dan hirarkis) namun cara lama tersebut dianggap tidak bisa mengatasi permasalahan dan juga pengerjaannya dilakukan secara manual jadi tidak efisien. kejadian ini membuat Vannevar Bush risau dan mengajak orang berpikir bagaimana membuat sistem simpan dan temu kembali yang efisien. Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1948, Hans Peter Luhn menciptakan electronic searching selector dan karena penemuannya itu, dia dianggap sebagai orang pertama yang membuat aplikasi komputer untuk bidang temu kembali informasi. Lalu perkembangan selanjutnya pada tahun 1951, Alberto F. Tompson dan Mortimer Taube memperkenalkan coordinated indexes yang berbasis uniterm (keyword) dan mengaplikasikan logika boolean yang diterapkan pada bidang komputer.
2. Periode Pertumbuhan Pesat (Rapid Growth) antara 1950an – 1980an.
Calvin Mooers
Periode ini adalah masa dimana temu kembali informasi berkembang dengan pesat. Masa ini diawali oleh Hans Peter Luhn pada tahun 1957 sampai 1959 dengan menemukan mesin yang dapat menemukan informasi berdasarkan kecocokan kata (keyword matching), mengurutkan informasi secara sistematis (sorting) serta dapat melakukan analisis isi (content analysis). Pada tahun yang sama yaitu 1959, Calvin Mooers membuat istilah temu kembali informasi (information retrieval) dan membuat pengelompokan informasi yang dikenal dengan law for information retrieval system. Tujuan awalnya adalah untuk memungkinkan pencarian (searching) secara cepat pada sejumlah data yang banyak. Selanjutnya, Maron dan Kuhn di tahun 1961 membahas lebih jauh tentang relevansi antar dokumen dalam permasalahan pengurutan (sorting) dan pemberian peringkat dalam pengelolaan dukumen. pada tahun sekitar 60an sampai 70an juga telah muncul penelitian awal tentang temu kembali informasi berbasis teks untuk corpora abstrak ilmiah serta dokumen hukum dan bisnis dan juga pengembangan model temu kembali dengan teknik Boolean dasar dan ruang vektor.
Pada perkembangan selanjutnya pada tahun 1971, Gerard Salton Membuat sistem yang dinamakan SMART. Ia juga melakukan pendekatan awal dan melakukan pengelompokan (clustering) terotomasi. Salton juga memperkenalkan pembuatan indeks untuk dokumen, telah banyak peneliti yang berkontribusi di bidang temu kembali informasi ini dengan menerapkan berbagai metode statistik. Pada tahun 1973 untuk pertama kalinya diselenggarakan konferensi international untuk penelitian dan pengembangan di bidang temu kembali informasi. Pada tahun-tahun berikutnya, penelitian tentang teknologi temu kembali informasi di web mulai dilakukan. Setelah itu muncul mesin pencari untuk melakukan pencarian lokasi dokumen berisi informasi yang relevan dengan informasi yang dicari. Lalu muncul juga pada tahun 80an teknologi penyediaan informasi melalui jaringan terpasang (online database) yang dapat menyimpan dokumen dalam skala besar, misalnya DIALOG, LexisNexis dan MEDLINE.
3. Periode Penghapusan Mitos (Demystified Phase) antara 1980an – 1990an
CD ROM
Saat komputer pribadi (PC) dan keping penyimpan data (CD-ROM) semakin lama kapasitas penyimpanannya semakin besar. Ketika sistem online sudah semakinberkembang, para pengguna sebenarnya tidak bisa memakainya secara langsung. Jadi, perlu ada para perantara (intermediaries) yang menggunakannya, antara lain karena sistem itu mahal dan sulit digunakan oleh orang awam. Maka lalu ada istilah end-users (orang yang tidak melakukan pencarian, tetapi minta bantuan pustakawan untuk melakukan pencarian). Keadaan baru berubah setelah PC dan CD-ROM ditemukan. Berbagai sistem informasi dibuat menjadi semakin mudah digunakan (user friendly), sehingga mitos tentang betapa sulitnya melakukan pencarian secara terpasang (online search) pun perlahan sirna.  Setiap orang lalu dapat melakukan pencarian tanpa harus meminta bantuan kepada pustakawan.
4. Periode Jaringan (The Networked Era) tahun 1990an – sekarang
Text Retrieval Conference
ketika teknologi telematika memungkinkan para pencari informasi ‘mengunjungi’ berbagai pusat penyimpanan data dan informasi yang berbeda-beda untuk melakukan pencarian secara bersamaan, atau dikenal juga dengan istilah pencarian berpencar (distributed searching). Perkembangan Internet pun akhirnya melahirkan fenomena pencarian tanpa bantuan siapa pun terhadap berbagai sumber informasi digital yang nyaris tak terhingga jumlahnya. Pada perjalanan sejarah selanjutnya kemajuan dalam penelitian banyak dilaporkan pada berbagai konferensi, misalnya pada konferensi TREC (Text Retrieval Conference) pada tahun 1992 yang membahas tentang standarisasi pengujian untuk mengevaluasi teknik temu kembali informasi.
3.      Digital Native
Secara simultan perubahan juga terjadi pada faktor demografi (sosiokultural), periode kelahiran/usia penduduk mempunyai karakteristik dan perilaku yang berbeda-beda. Periode tertentu dikelompokkan sebagai golongan penduduk atau lazim disebut generasi dengan nama sesuai periodenya.[7] Generasi yang lahir pada periode terakhir diidentifikasi dengan sebutan digital native (ada pendapat yang menyebutnya Google generation), istilah yang dipopulerkan pertama kali oleh Marc Prensky awal tahun 2001. Digital native adalah kelompok generasi yang lahir pada era digital, sementara generasi yang lahir pada era sebelumnya namun akrab dengan teknologi digital disebut digital immigrant  Dengan meminjam klasifikasi generasinya gambaran yang lebih jelas sebagaimana tabel berikut:
Klasifikasi Generasi
Veterans
Baby Boomers
Generation X (GenXers)
Generation Y
(Millenials/Nexters)

Digital Natives Generation
D i
g
i
t
a l I m m i
g
r
a n t
Tahun Lahir
1922-1943
1943-1960
1961-1980
1980 - 2000
2001 – 20…
dan Usia
Usia 69-90
Usia 52-69
Usia 32-51
Usia 12 32
(11 - …)



Karakteristik
Tertarik pd. ke- amanan dan ke- mapanan, hormat pd kekuasaan.
Taat pd aturan, tugas sebelum bersenang2

Orientasi mengabdi dan masa depan
Pilihan pd smart tech, fleksibel, dapat mengatasi masa lah, adaptable, bergantung pd diri sendiri


Hidup terencana, optimis, percaya diri, smart street
Narsis, Terbuka (identitas social media),
Control & bebas, Proses belajar (ingin tahu & coba-coba)
(perilaku anak-anak, pikiran dewasa)

Karier

Pensiun
Penurunan karier (menjelang pensiun)

Puncak karier
Pendidikan menengah – awal karier
Pendidikan dasar
– Perguruan tinggi
perkembangan dan penyebaran teknologi informasi dan komunikasi, serta definisi tentang digital native, maka rentang usia yang dapat dikelompokkan sebagai digital native generations adalah 0 sampai 22 tahun atau generasi yang dilahirkan tahun 1990-an sampai sekarang. Sedangkan generasi yang lahir sampai dengan sebelum akhir 1980-an sebagai digital immigrant.
Pada era digital, generasi yang akan dilahirkan telah akrab dengan perangkat digital sejak mereka masih dalam kandungan. Proses “digitalisasi” generasi ini diawali dari calon orang tua yang sudah melek teknologi digital mewariskan ‘gen’ digital ke generasi penerusnya melalui perilaku mereka. Perilaku tersebut diantaranya: janin dikenalkan dengan musik ketika masih dalam kandungan, calon bayi dibuatkan blog atau situs jejaring sosial. Sehingga ketika bayi lahir ke dunia dalam waktu yang tidak begitu lama akan akrab dengan dunia digital. Berbagai macam peralatan digital seperti komputer, videogame, digital music player, kamera video, telepon seluler serta berbagai macam boneka dan perangkat yang khas era digital menjadi ‘mainan’  wajib bagi mereka. Bagi digital native generations, penggunaan internet apakah melalui PC, laptop atau telepon seluler bukan menjadi hal yang mewah dengan kata lain generasi ini sangat akrab dengan internet.
Perkembangan TI memicu percepatan pertumbuhan generasi dalam dunia digital dengan perbandingannya 1 : 7, artinya satu tahun di dunia nyata sama dengan tujuh tahun di dunia  digital. Dampak dari hal ini generasi sekarang menjadi cepat dewasa, ‘galau’ dengan dunianya dan makin renggang dalam hubungan keluarga. Pelarian dari keadaan ini mereka banyak melakukan aktivitas yang berkaitan dan atau menggunakan gadget. Hal ini didukung oleh banyaknya remaja yang memiliki berbagai jenis gadget, sebagaimana ditunjukkan hasil riset Frontier Consulting Group berikut: handphone 98,4%, laptop 57,6%, kamera digital 34,3% dan pc 30,1%. Berdasarkan hasil riset yang sama aktivitas yang dilakukan DNG: menggunakan internet 94,2%, membaca buku pengetahuan 87,1%, main game 67,9%, baca majalah, 46,8% dan baca komik 34,1
Berdasarkan usia seperti disebutkan sebelumnya, sebagian dari digital native generation saat ini telah memasuki jenjang pendidikan tinggi. Merujuk pada survai global yang dilakukan oleh OCLC (Online Computer Library Center)
ciri khas mahasiswa dari generasi digital native adalah:
1.                  89% mahasiswa (digital native generation) perguruan tinggi menggunakan mesin pencari sebagai langkah awal penelusuran informasi (hanya 2% menelusur melalui web perpustakaan)
2.                  93% puas atau sangat puas ketika mereka menggunakan mesin pencari (84% puas terhadap penelusuran dengan bantuan pustakawan)
3.                  mesin pencari lebih cocok dengan gaya hidup mahasiswa (digital native generation) dari pada perpustakaan konvensional atau online
4.                  mahasiswa (digital native generation) masih menggunakan perpustakaan, tetapi semakin berkurang sejak mereka melakukan penelusuran melalui internet
5.                  perpustakaan tetap diasosiasikan dengan buku oleh digital native generation, meskipun perpustakaan telah melakukan investasi besar untuk menambah sumber-sumber digital.
4.      Pustakawan di era digitalisasi.
Karena layanan informasi berbasis teknologi telah banyak diimplementasikan oleh perpustakaan, maka pustakawan mempunyai peran baru. Perubahan itu sedang berlangsung, khususnya bagi perpustakaan yang telah mengimplementasikan perpustakaan digital. Kemajuan tehnologi telah mendorong para pustakawan harus meningkatkan kemampuannya dalam bidang teknologi agar mereka dapat memenuhi tuntutan pengguna dan peran pustakawan akan semakin komplek.[8]Kegiatan perpustakaan seperti seleksi, pengadaan buku dan jurnal yang secara tradisional masih harus tetap dilakukan oleh para pustakawan yang bekerja di bagian pengadaan, Namun tugas tersebut sekarang harus bertambah dengan menyeleksi koleksi digital yang tersedia atau sumber – sumber yang tersedia secara elektronik baik yang gratis maupun yang harus berlanganan. Apabila kita mengadakan koleksi secara elektronik, misalnya jurnal elektronik, maka para pustakawan bagian seleksi harus memilih jurnal mana yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Pustakawan bagian pemrosesan bahan pustaka juga harus mampu merubah peran mereka dari yang semula hanya memproses buku, sekarang mereka harus belajar tentang bagaimana cara memproses koleksi CD-ROM, koleksi Audivisual dsb.Kebutuhan pengguna tentang katalog tidak cukup hanya disediakan melalui OPAC saja, mereka berharap lebih dari apa yang biasanya dikerjakan oleh pustakawan[9]. Mereka berharap tidak hanya melihat bibliografi data saja, mereka ingin dapat melihat sebuah informasi berupa abtrak bahkan sampai ke “full-text” nya.Para pustakawan yang bekerja di bagian pelayanan seperti pelayanan referensi, internet dsb. Juga menghadapi tuntutan dari pengguna untuk menyesuaikannya. Mereka masih tetap harus melakukan pekerjaan rutin seperti biasa, tetapi juga harus mampu memenuhi permintaan pengguna melalui internet. Para pengguna sering memerlukan pelayanan khusus, permintaan informasi melalui e-mail, telepon dsb. Semua ini memerlukan keahlian khusus untuk memenuhinya.Secara singkat dapat dikatakan bahwa perpustakaan sedang dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa tuntutan pengguna akan informasi sudah luar biasa termasuk informasi secara elektronik.
Namun perpustakaan masih banyak mengalami kendala seperti terbatasnya dana, lambatnya perubahan sistem birokrasi dsb. Untuk itu jalan terbaik untuk mengatasi persoalan itu adalah dengan cara : pertama memanfaatkan dan mengembangkan pustakawan yang ada secara optimal untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi; kedua penambahan staf baru dengan cara seleksi yang ketat dan kriteria punya izajah perpustakaan dan juga mempunyai pengetahuan teknologi informasi; ketiga mendorong para pimpinan perpustakaan untuk “melek” teknologi informasi dan juga mau menerapkannya di perpustakaan serta adanya perubahan manajemen.
5.      Perpustakaan di era digital
Berdasarkan UU No. 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa perpustakaan merupakan salah satu lembaga penyedia informasi yang diperuntukan untuk para penggunanya, baik untuk keperluan pendidikan, penelitian, maupun yang lainnya.
Perkembangan perpustakaan di era ini sangat cepat, sesuai dengan cirinya “Library is the growing organism” (perpustakaan merupakan organisasi yang berkembang). Perkembangan ini tentunya tidak bisa lepas kaitanya dengan teknologi informasi. Munculnya teknologi Informasi di dunia perpustakaan menjadi langkah awal menuju reformasi dunia perpustakaan sendiri. Perpustakaan yang dulunya serba manual (segala kebutuhan pemustaka dilayani oleh pustakawan), di mana katalogisasi sebagai tulang pokok kualitas pelayanan perpustakaan. Kini  perpustakaan harus berganti arah yaitu pelayanan yang berbasis teknologi informasi[10].
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, perpustakaan dituntut untuk lebih aktif, dinamis, cepat, tepat dan akurat dalam segala hal baik dalam pelayanan maupun penelusuran sumber informasi. Hal ini dilakukan untuk menghadapi net generasi yang menuntut pelayanan yang serba cepat dan lebih aktif. Selain itu, penyesuaian ini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perpustakaan di tengah maraknya lembaga lain yang bidangnya menyerupai perpustakaan.dalam layanan informasi perpustakaan, semula pengguna hanya dapat menemukan informasi yang ada di perpustakaan tersebut secara manual, kemudian berkembang dengan memanfaatkan komputer dan intranet dapat ditelusur melalui OPAC, dan berkembang lagi dapat diakses melalui internet atau yang sekarang dikenal dengan istilah Library 1.0.
Dengan cara ini pemakai sudah banyak yang terpuaskan karena dapat dengan cepat menemukan informasi yang mereka butuhkan.Kemudian muncul yang namanya library 2.0 yang sebenarnya berawal dari web 2.0. Web 2.0 sendiri pada dasarnya merupakan istilah pemasaran yang diperkenalkan oleh penggiat internet (komersial dan nonkomersial) untuk menandai tren dan pola penyebaran informasi yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Inti dari library 2.0 adalah perubahan orientasi kepada pemakai. Yaitu suatu model yang menganjurkan perubahan yang beralasan dan terus menerus, dengan mengundang partisipasi pemakai dalam mengkreasikan layanan, baik secara fisik maupun maya sesuai dengan keinginan mereka, yang didukung oleh evaluasi layanan secara konsisten. Layanan tersebut juga berusaha untuk mendapatkan pengguna baru dan layanan yang lebih baik dan terbaru melalui penawaran pengembangan kepada pemakai. Setiap komponen berusaha sendiri untuk meningkatkan layanan yang lebih baik kepada pengguna.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan hadirnya jaringan internet di Indonesia, perpustakaan menghadapi tantangan yang semakin berat. Seakan internet menjadi pesaing dunia perpustakaan. Melalui internet kita bisa mengakses informasi dalam bentuk teks, gambar, audio maupun video, yang bisa diakses di manapun kita berada. Bahkan akhir-akhir ini banyak ebook yang secara gratis bisa di akses melalui internet. Kebanyakan orang bahkan lebih suka memanfaatkan internet dari rumah dari pada harus datang ke perpustakaan.  Melihat kondisi ini, perpustakaan harus mulai berbenah, agar tetap eksis. Konsep library 2.0 kini sudah mulai ditinggalkan. Kini munculah istilah baru yang dinamakan library 3.0. Konsep ini memang belum terlalu dikenal di Indonesia, namun sudah banyak diterapkan di dunia internasional. konsep library 3.0 merupakan tranformasi lanjutan setelah konsep library 2.0. Dengan tranformasi web yang akan berciri semantik serta ontologi maka web juga berkembang menjadi Web.3.0. Melalui web Semantic ini, berbagai perangkat lunak akan mampu mencari, membagi, dan mengintegrasi informasi dengan cara yang lebih mudah. Layanan opac di konsep one stop service.
 Virtual Reference Service untuk melayani pengguna yang jauh dari perpustakaan. GeoTagging ini membantu pengguna untuk menemukan informasi spesifik yang terletak di lokasi tertentu. Ontologies adalah teknik untuk memberikan hubungan semantik kaya antara istilah dan pikiran pengetahuan. Ubiquitous contents, konsep ini mengarah pada berbagai bentuk informasi dapat diakses dimana saja tanpa terbatas waktu dan dapat mengggunakan perangkat apa saja.  Menurut Ida dalam Keswara (2013), konsep perpustakaan 3.0 ini merupakan interaksi antara user dan perpustakaan secara online, termasuk dalam berjejaring dan terkoneksi antarperpustakaan sehingga semua informasi dapat diakses tanpa harus menunggu pustakawan dan perpustakaan sebagai pusat informasi juga wajib berkembang seiring perkembangan teknologi informasi (TI).
6.      Tantangan Dan Strategi Yang Dihadapi Perpustakaan
Perkembangan teknologi informasi berpengaruh pada perilaku pengguna perpustakaan. Seiring dengan perubahan perilaku pengguna, perpustakaan sebisa mungkin harus bisa mengikuti arus dari pengguna, agar perpustakaan tidak ditinggalkan nantinya. Perpustakaan dikatakan berhasil, mana kala perpustakaan itu mampu memenuhi kebutuhan para penggunanya. Pengguna potensial perpustakaan, terutama perpustakaan perguruan tinggi adalah NetGen/generasi Z, yang dalam layanan selalu menuntut kecepatan, ketepatan, dan wujudnya kebanyakan digital. Melihat kondisi seperti ini, perpustakaan harus tanggap baik untuk peningkatan layanan, maupun fasilitas yang dibutuhkan pengguna.Perkembangan komputer semakin canggih, bahkan akhir-akhir ini muncul yang namanya ipad, tablet, handpone pintar, dan sejenisnya. Teknologi ini semakin memudahkan seseorang dalam mengakses informasi.
Perpustakaan sebagai salah satu penyedia informasi setidaknya harus mampu mengimbangi teknologi seperti ini, agar kiprahnya tidak semakin tergeser. Penggunaan teknologi informasi di perpustakaan merupakan salah satu alternatif bagi pihak perpustakaan. Informasi yang disediakan perpustakaan harus mudah diakses, baik dari perpustakaan sendiri maupun dari manapun kita berada. Perpustakaan, terutama di Indonesia sebaiknya mulai mengarah ke library 3.0, sebuah konsep yang sudah berjalan di luar negeri. Dalam konsep ini terdapat web semantic, yang melalui web ini berbagai perangkat lunak akan mampu mencari, membagi, dan mengintegrasi informasi dengan cara yang lebih mudah. Hal ini di samping untuk memberikan pelayanan terhadap NetGen, juga sebagai bentuk perwujudan pemanfaatan teknologi di perpustakaan[11].
Peningkatan layanan perpustakaan, sudah menjadi kewajiban dari setiap perpustakaan. Untuk menghadapi NetGen selain menerapkan konsep library 3.0, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan perpustakaan, yaitu:
1.      Optimasi sistem automasi perpustakaan dan pengembangan perpustakaan digital.
2.      Mulai memperhatikan pengadaan sumber elektronik atau koleksi digital
3.      Peningkatan pengetahuan, keterampilan hard skills dan soft skills pustakawan Peningkatan fasilitas bagi generasi digital seperti, colokan listrik, wifi/hotspot, kecepatan data internet, perabotan yang informal dan santai, fasilitas audio video.
4.      Dalam mendesain penataan ruangan hendaknya memberikan ruang lebih bagi pemustaka agar dapat saling berinteraksi dan kolaborasi.
Strategi pelayanan perpustakaan juga harus dikembangkan, karena NetGen menuntut pelayanan yang cepat dan mudah, biasanya mereka menyukai sesuatu yang bisa diakses secara online. Beberapa strategi pelayanan yang bisa diterapkan, antara lain:
1.      Net generation merupakan pengguna yang cerdas dan mandiri dalam menggunakan teknologi informasi.   Layanan perpustakaan harus mempertimbangkan hal ini.
2.      Menyediakan layanan perpustakaan yang dapat diakses melalui mobile phone, misalnya pertanyaan sederhana tentang jam layanan perpustakaan, memesan project room, dll.
3.      Layanan informasi dan referensi melalui chatting, bukan email saja.  Net generation merupakan pengguna yang multitasking, jadi mereka dapat bertanya dan menunggu jawaban dari pustakawan sambil mengerjakan aktifitas yang lain.
4.      Mengembangkan program literasi informasi melalui tutorial, latihan, dan panduan yang mudah dipahami oleh pengguna dengan permainan yang interaktif dan menarik. Net generation merupakan pengguna yang cerdas dan terampil dalam menggunakan teknologi informasi.  Namun mereka tetap membutuhkan arahan dari pendidik (dalam hal ini dosen dan pustakawan) agar tidak tenggelam dalam hal-hal yang bersifat non-edukatif, tetapi juga dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk keperluan akademisnya, dengan memanfaatkan sumber informasi yang berkualitas dapat dipertanggungjawabkan dan memanfaatkannya secara etis.
Dalam meningkatkan layanan perpustakaan, tentu tidak dapat lepas dengan peran pustakawan. Dalam hal pustakawan juga harus meningkatkan kinerjanya, agar mampu memberikan layanan yang maksimal. Dengan penerapan konsep library 3.0 Pustakawan dituntut harus proaktif terhadap penggunaan alat dan teknologi terbaru untuk menciptakan sistem perpustakaan virtual. Menurut Shapiro dan Hughes dalam Pendit (2007), ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki pustakawan dalam era digitalisasi yaitu:
a.       Tool literacy, yaitu kemampuan memahami dan menggunakan alat teknologi informasi, baik secara konseptual maupun praktikal, keteranpilan pmenggunakan perangkat lunak, perangkat keras, multimedia, dsbnya.
b.      Resource literacy, yaitu kemampuan memahami bentuk, format, lokasi, dan cara mendapatkan informasi terutama dari jaringan informasi yang selalu berkembang.
c.        Social-structural literacy, pemahaman yang benar bagaimana informasi dihasilkan oleh berbagai pihak dalam masyarakat.
d.      Reserach literacy, kemampuan menggunakan peralatan berbasis teknologi informasi sebagai alat riset
e.       Publishing literacy, kemampuan menerbitkan informasi dan ide ilmiah pada kalagan luas dengan memanfaatkan komputer dan internet
f.       Emerging technology literacy, kemampuan terus menerus menyesuikan diri dengan perkembangan teknologi dan bersama komunitasnya menentukan arah pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan pengembangan ilmu.
g.      Critical literacy, kemamuan mengevaluasi sercara kritis terhadap untung ruginya menggunakan teknologi telematikan dalam kegiatan ilmiah.
Dengan kolaborasi yang bagus antara perpustakaan, pustakawan, sistem serta konsep sebuah perpustakaan, diharapkan perpustakaan akan lebih disegani oleh masyarakat pengguna sehingga perpustakaan nantinya diharapkan benar-benar menjadi pusat informasi dari segala penjuru.



  D.  Kesimpulan.
Terkait dengan perkembangan teknologi informasi, berkembang pula pola perilaku masyarakat. Masyarakat di era ini lebih memandang informasi sebagai kebutuhan. Informasi tersebar dimana-mana baik melalui media internet, buku, televisi, maupun radio. Pengaksesan informasi sekarang ini lebih mudah, dengan bantuan hand phone pintar, ipad, tablet, maupu komputer kita sudah bisa mengakses informasi.Dunia perpustakaan saat ini cenderung interaktif, dengan pemustaka yang sebagian besar adalah kaum digital native.
Untuk menghadapi masalah kesenjangan terkait dengan pelayanan perpustakaan, pustakawan sebaiknya mempersiapkan dan memperkuat kompetesi dasar dan kompetensi tingkat tinggi mereka.Sebaiknya pendidikan perpustakaan mengajarkan cara menjual pelayanan perpustakaan dan gagasan baru untuk para pemangku kepentingan. Ketrampilan evaluasi praktis dapat juga diajarkan, ini tidak selalu mudah untuk menyebutkan mana yang dapat dilaksanakan dan mana yang tidak.Teknologi itu datang dan pergi Perubahan tidak bisa dihindari, tapi pustakaan dapat mengatasinya, dan dapat belajar dengan mudah, dapat mengikuti perubahan yang terjadi pada profesi yang mereka tekuni, dapat merencanakan dan mengevaluasi pelayanan yang mereka berikan, dan mampu menjaga gagasan pelayanan mereka, tentu akan memenuhi tantangan pemustaka yang sedang berubah ini dan pustakawan harus mau belajar tanpa henti untuk tidak ketinggalan dalam teknologi informasi. Era digital harus menjadi patokan agar perpustakaan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pemustaka dalam pemenuhan informasi, hal ini membuat peran perpustakaan menjadi sangat penting dalam meningkatkan pelayanan, perpustakaan harus mampu memenuhi kebutuhan pemustaka, perpustakaan dituntut dapat bergerak cepat untuk memenuhi kebutuhan pengguna agar pengguna mau menggunakan layanan perpustakaan.








Daftar Pustaka

Van Rijsbergen,C.J .and Agosti ,M.,The contex of Information , Computer Journal,35 (2),1992,193.
Prensky, Marc (I). “Digital natives, digital immigrants”. On the Horizon 9(5). , October 2001.  ,22
Dato ’Zawiyah bt Baba. (2003). “Competencies development pragramme for library professionals: case study of the National Library of Malaysia (NLM)”. Paper presented at The CONSAL XII, 19-23 Obtober, 2003, Brunei Darussalam.
Basuki, Sulistyo., 1991. Pengertian Ilmu Perpustakaan, Gramedia. Jakarta 9
Swe, Thinn Mya Mya, “Intelligent Information Retrieval within Digital Library using DomainOntology”, Proceedings of the International Conference on Applied Computer Science, Myanmar: University of Computer Studies, t.
Rahman, Arif, “Sistem Temu-Balik Citra Menggunakan Jarak HistogramDalam Model Warna YIQ”, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi, ISSN: 1907-5022, Yogyakarta: SNATI, 2009.
Prasetiawan, Imam Budi. 2011.Keberaksaraan Informasi (Information Literacy) bagi SDM Pengelola Perpustakaan di Era Keterbukaan Informasi. Jakarta: Pelatihan Penmgelola Perpustakaan di lingkungan Kementrian Perindustrian.
Sismalib. 2013. “Tantangan dan Strategi Perpustakaan Dalam Penyediaan Layanan Bagi Generasi Digital” di unduh dari  http://sismalib. com



[1] Van Rijsbergen,C.J .and Agosti ,M.,The contex of Information , Computer Journal,35 (2),1992,193.
[2] Prensky, Marc (I). “Digital natives, digital immigrants”. On the Horizon 9(5). , October 2001.  ,22
[3] Dato ’Zawiyah bt Baba. (2003). “Competencies development pragramme for library professionals: case study of the National Library of Malaysia (NLM)”. Paper presented at The CONSAL XII, 19-23 Obtober, 2003, Brunei Darussalam. 
[4] Basuki, Sulistyo., 1991. Pengertian Ilmu Perpustakaan, Gramedia. Jakarta 9
[5] Swe, Thinn Mya Mya, “Intelligent Information Retrieval within Digital Library using DomainOntology”, Proceedings of the International Conference on Applied Computer Science, Myanmar: University of Computer Studies, t.
[6] Rahman, Arif, “Sistem Temu-Balik Citra Menggunakan Jarak HistogramDalam Model Warna YIQ”, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi, ISSN: 1907-5022, Yogyakarta: SNATI, 2009.
[7] Djunaedi, Achmad.2013. Memahami Perbedaan Karakteristik Antar Generasi. MIP: Bahan kuliah Isu-Isu Kontemporer.
[8] Keswara, Ratih. 2013. “Perpustakaan 3.0 solusi kurangnya pustakawan”.44
[9] Prasetiawan, Imam Budi. 2011.Keberaksaraan Informasi (Information Literacy) bagi SDM Pengelola Perpustakaan di Era Keterbukaan Informasi. Jakarta: Pelatihan Penmgelola Perpustakaan di lingkungan Kementrian Perindustrian.
[10] Priyatma, Johanes Eka. 2014. Perpustakaan 3.0 Perpustakaan Masa Depan dan Masa Depan Perpustakaan. Yogyakarta: Seminar Tantangan Perpustakaan di Era Digital (Digital Natives go to the Libraries: a Challenge) Universitas Sanata Dharma.
[11] Sismalib. 2013. “Tantangan dan Strategi Perpustakaan Dalam Penyediaan Layanan Bagi Generasi Digital” di unduh dari  http://sismalib. com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar